Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis. Tujuan utama dari pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Diperoleh informasi bahwa makin banyak petani terutama di daerah produksi sayuran yang keracunan pestisida dan cukup tinggi kadar racun di dalam darah petani yang bersangkutan.Konsumen yang menyadari pentingnya keamanan pangan makin banyak. Selain itu persyaratan bahwa produk-produk pertanian harus dihasilkan dari sistem yang ramah lingkungan (eco -labelling) makin intensif diperhatikan. Pertanian organik memang ditujukan untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang aman dikonsumsi dan aman terhadap lingkungan.
Bahan pangan yang diinginkan selain aman dikonsumsi juga harus dapat mendukung terwujudnya hidup sehat bagi konsumennya. Untuk
itu diperlukan kandungan gizi, mineral, vitamin yang cukup dan
berimbang. Yang sering terlupakan adalah defisiensi beberapa mineral
seperti yodium, seng, tembaga, besi dan lain-lain. Hal ini terjadi
karena sebagian besar tanah pertanian kita defisiensi unsur-unsur
tersebut atau unsur-unsur tersebut tidak dapat diserap tanaman.
Pemakaian bahan organik yang tinggi dapat pula mengikat unsur-unsur ini
sehingga untuk sementara tidak dapat diserap tanaman. Kalau bahan pangan
seperti ini dikonsumsi maka konsumennya besar kemungkinan mengalami
defisiensi unsur/mineral ini. Oleh karena itu berbagai kemungkinan ini
perlu diperhatikan dengan seksama dalam penerapan pertanian organik di
Indonesia.
Tanah
yang mempunyai kandungan bahan organik yang cukup dan sehat merupakan
media hidup mikroba yang sangat baik dan dari berbagai reaksi biokimia
yang berlangsung didalam tanah ini dihasilkan keseimbangan kimia dan
biologis yang saling menyehatkan, sehingga pemakaian pestisida akan
sangat dikurangi.
MASA SEBELUM VARIETAS BERDAYA HASIL TINGGI
Varietas
unggul berdaya hasil tinggi, terutama pada tanaman pangan utama seperti
padi, gandum, jagung, sorgum dan ubi kayu mulai berkembang dalam tahun
1960-an. Sebelumnya digunakan varietas tradisional atau varietas unggul
yang berdaya hasil sedang atau rendah. Varietas-varietas ini umumnya
kurang responsif terhadap pemupukan an-organik. Pada masa itu pupuk
an-organik yang banyak dipakai adalah ZA, DS, dan ES dengan dosis
rendah. Pemakaian Urea dan TSP masih sangat terbatas. Tanaman yang
relatif banyak menggunakan pupuk an-organik adalah tebu. Pupuk organik seperti pupuk kandang kompos, pupuk hijau, dan tulang hewan relatif banyak digunakan.
Pemakaian
pestisida buatan pun sangat terbatas. Pestisida nabati juga dipakai
secara terbatas. Gangguan hama tanaman juga rendah dan dapat diatasi
dengan pestisida nabati. Gangguan hama yang relatif banyak oleh tikus,
burung, walang sangit, belalang dan kutu. Pengetahuan tentang parasit
dan predator hama sudah ada meskipun belum berkembang seperti sekarang.
Pada
masa itu pertanian organik dilakukan secara alami. Produksi dan
produktifitas tanaman relatif rendah, namun jumlah penduduk juga masih
sedikit.
MASA VARIETAS BERDAYA HASIL TINGGI
Masa
ini dimulai sejak ditemukan dan dikembangkan varietas-varietas seperti
IR-8, IR-5, IR-20, Pelita I, dan seterusnya terutama di Asia,
varietas-varietas gandum, jagung dan sorgum di Amerika dan Eropa serta
belakangan di Asia.
Berbagai
varietas ini mempunyai daya hasil tinggi. Untuk mendukung daya hasil
yang tinggi ini tanaman harus menyerap berbagai unsur hara terutama hara
makro dalam jumlah besar. Keperluan hara yang relatif besar ini tidak
dapat dipenuhi oleh tanah dan bahan organik yang ada ditanah yang
bersangkutan. Terlebih lagi kebutuhan hara yang besar tersebut tidak
konstan antar berbagai phase perkembangan tanaman. Untuk itu diperlukan
tambahan berupa pupuk an-organik yang lebih mudah larut dan diambil
tanaman antara lain : Urea dan TSP. Pupuk an-organik yang diperlukan
volumenya relatif kecil, sehingga mudah dalam penggunaannya. Dengan
tidak terasa pemakaian pupuk an-organik ini menggeser pemakaian pupuk
organik, sehingga nyaris tersingkir dan terlupakan. Terlebih lagi,
ketika pupuk an-organik diproduksi dalam jumlah yang sangat besar secara
efisien, bersubsidi, sehingga harganya murah, sehingga makin melupakan
pupuk organik. Sebetulnya pemakaian pupuk an-organik akan lebih efisien
bila dikombinasikan dengan pupuk organik dan tidak bermaksud
menyingkirkan pupuk organik.
Bersamaan
dengan itu, pengembangan varietas berdaya hasil tinggi ini merubah
beberapa sifat tanaman antara lain : lebih peka terhadap hama atau
penyakit tertentu. Jaringan tanaman menjadi lebih lunak dan lebih
disukai hama atau patogen. Sedangkan gene yang membawa sifat tahan belum
dikenal dan belum dimanfaatkan pada awal-awal masa ini. Gangguan
beberapa hama merebak luas dalam waktu yang relatif singkat dan
mengancam produksi dan persediaan bahan pangan. Sementara ini jumlah
penduduk meningkat cukup pesat. Penemuan gene tahan hama dan
pembaurannya kedalam varietas berdaya hasil tinggi memerlukan waktu yang
relatif panjang, membuka peluang bagi pemakaian pestisida sintetis
secara besar-besaran. Pemakaian pestisida nabati tidak mampu berkembang
secara cepat, karena berbagai kelemahannya.
Pemakaian
pestisida sintetis juga berakibat buruk terhadap musuh alami dari hama,
sehingga pemakaiannya makin banyak. Sedemikian parahnya gangguan hama,
maka pembakaran jerami dilakukan yang semakin melemahkan arti musuh
alami dan menguras kandungan bahan organik tanah. Tidak dapat dipungkiri
setelah diperoleh varietas tanaman berdaya hasil tinggi yang tahan
terhadap gangguan hama tertentu, ikut menghambat penggunaan pestisida
sintetis.
Kesadaran
akan bahaya penggunaan pestisida sintetis muncul setelah berbagai
kegagalan dan kerusakan akibat penggunaan varietas unggul dan pestisida
sintetis. Penggunaan pestisida sintetis tidak hanya berdampak pada hama,
tetapi juga terhadap lingkungan dan terutama terhadap kesehatan petani
(pemakai pestisida) dan konsumen.
Sampai
sekarang penggunaan pestisida sintetis dan pupuk an-organik/sintetis
dan varietas berdaya hasil tinggi masih berlangsung meskipun makin
disadari beberapa kelemahannya disamping keunggulannya. Selama masa ini
pada banyak sistem produksi pertanian, pemakaian pupuk organik dapat
dikatakan tidak dilakukan, kecuali pada tanaman sayuran. Akibatnya, pada
tahun 1988, terdeteksi lebih dari 66% sampel tanah sawah mempunyai
kandungan bahan organiknya kurang dari satu persen yang mengindikasikan
bahwa tanah dalam keadaan kritis. Kekritisan ini masih berlangsung
kearah semakin kritis sampai saat ini.
Namun
demikian, beberapa tanaman tradisional di beberapa sentra produksinya
masih menerapkan pertanian organik secara alami, misalnya duku, manggis,
durian, salak, nangka, padi huma dan lain-lain.
Dibeberapa
tempat secara terbatas pertanian organik moderen sudah muncul sejak
tahun 1950-an misalnya di Rodhale Institute di New York dan petani
tertentu di Jepang.
PERTANIAN ORGANIK MODEREN
Beberapa
tahun terakhir, pertanian organik moderen mulai masuk dalam sistem
pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik
moderen berkembang secara ilmiah dan sadar untuk memperoleh hidup sehat
melalui bahan pangan aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah
lingkungan serta aman terhadap siapapun, terutama produsen. Pertanian
organik moderen masih belum banyak dikenal, masih banyak dipertanyakan.
Konsepsinya masih berkembang. Penekanan sementara ini lebih kepada
meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya
pengetahuan dan teknologi tentang kesehatan, lingkungan hidup,
mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain,
pertanian organik akan terus berkembang. Banyak hal yang masih harus
diteliti dan dikembangkan agar tujuan pertanian organik tercapai dan
kecukupan penyediaan bahan hasil pertanian terpenuhi.
Dalam
perdagangan produk pertanian organik diperlukan jaminan bagi konsumen,
karena sulit membedakan produk pertanian organik dari non organik secara
kasad mata (visual). Untuk itu diperlukan labeling. Indonesia belum
mempunyai lembaga sertifikasi yang mampu/terakreditasi untuk memberikan
label dimaksud. Sementara ini masih menggunakan lembaga dari negara
lain, meskipun inspekturnya warga negara Indonesia asli.
Sosialisasi
dan pengembangan berbagai lembaga pendukung pertanian organik masih
harus digencarkan demi kesejahteraan petani produsen, keamanan/kesehatan
konsumen dan kelestarian lingkungan hidup yang sehat.
0 komentar:
Posting Komentar